Rabu, 31 Oktober 2012

Kemunduran Sains Dalam Islam

Islam pernah mencatat pencapaian sains dan teknologi yang sangat mencengangkan. Masa keemasan itu ditandai oleh berkembangnya tradisi intelektual dan kuatnya spirit pencarian-pengembangan sains. Tapi, saat ini dunia Islam tertinggal jauh dari Barat. Data yang menyebutkan bahwa hanya sekitar 55 persen dari total umat Islam yang melek aksara sangatlah memalukan. Sungguh ironi bagi dunia Islam yang pernah menjadi raksasa sains sampai abad pertengahan.

Ketertinggalan sains-teknologi menyebabkan dunia Islam mudah ditipu dan dieksploitasi. Menurut ISESCO (Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization), 57 negara Islam yang tergabung dalam OKI (dengan 1,1 miliar penduduk dan wilayah seluas 26,6 juta kilometer) menyimpan 73 persen cadangan minyak dunia. Disebabkan problem di atas, gabungan negara-negara Islam itu hanya memiliki GNP sebesar 1,016 miliar dolar AS. Berbeda dengan Prancis (hanya penduduk 57,6 juta dan wilayah 0,552 juta kilometer) bisa memiliki GNP 1,293 miliar dolar AS.

Di lihat dari angka-angka  di atas maka di dapatkan kesimpulan bahwa kemunduran sains dalam islam itu sangat derastis. Yang dahulu islam sebagai pilar ilmu pengetahuan sedangkan sekarang islam hanya menjadi ketertinggalan dalam ilmu pengetahuan. Sebenarnya penyebab kemunduran sains dalam islam bisa di lihat melalui dua factor. Yang pertama factor Internal yaitu factor dari dalam dan yang kedua factor eksternal. Penyebab kemunduran itu dikarenakan pada masa berikutnya kegiatan saintifik lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan praktis agama. Seperti pelajaran Aritmatika dipelajari karena penting hanya untuk menghitung pembagian harta warisan, Astronomi dan geometri (atau lebih tepatnya trigonometri) diajarkan terutama untuk membantu para muwaqqit menentukan arah kiblat dan menetapkan jadwal shalat. Sebenarnya penjelasan semacam ini tidak terlalu tepat, karena asas manfaat ini acapkali justru berperan sebaliknya, menjadi faktor pemicu perkembangan dan kemajuan sains.

David Lindberg(1992) berpendapat bahwa kemunduran sains Islam erat kaitannya dengan oposisi kaum konservatif, krisis ekonomi-politik dan keterasingan. Sains dan saintis pada masa itu sering ditentang dan disudutkan, misalnya dalam kasus pembakaran buku-buku sains dan filsafat di Cordoba. Krisis ekonomi, kekacauan politik dan keterasingan umat Islam memiliki sumbangan signifikan pada kejatuhan sains ini. Kehilangan dukungan pilar-pilar ini membuat perjalanan sains menjadi mandeg, bahkan berhenti.

Selain itu, beberapa faktor internal seperti kelemahan metodologi, kurangnya matematisasi, langkanya imajinasi teoritis, dan jarangnya eksperimentasi, juga dianggap sebagai penyebab stagnasi sains di dunia Islam. Pendapat ini disanggah oleh Toby Huff. Menurut ia, mengapa di dunia Islam yang terjadi justru kejumudan dan bukan revolusi sains lebih disebabkan oleh masalah sosial budaya ketimbang oleh hal-hal tersebut. Buktinya, Copernicus pun didapati menggunakan model dan instrumen yang didesain oleh At Tusi. Tradisi saintifik Islam, tegas Huff, juga terbukti cukup kaya dengan pelbagai teknik eksperimen dalam bidang astronomi, optik maupun kedokteran.

Ada juga klaim yang menghubungkan kemunduran sains dengan sufisme. Sufisme sering dikambinghitamkan sebagai sebab kemunduran sains Islam. Dikatakan bahwa gerakan moral spiritual yang dipelopori kaum sufi saat itu telah mengkristal menjadi tarekat-tarekat yang kebanyakan diikuti orang awam.

Popularisasi tasawuf inilah yang bertanggung jawab melahirkan sufi-sufi palsu (pseudo-sufis) dan menumbuhkan sikap irrasional di masyarakat. Tidak sedikit dari mereka yang lebih tertarik pada aspek-aspek mistik supernatural seperti keramat, kesaktian, dan sebagainya ketimbang pada aspek ritual dan moralnya. Obsesi untuk memperoleh kesaktian dan kegandrungan pada hal-hal tersebut pada gilirannya menyuburkan berbagai bentuk bid’ah, takhayyul dan khurafat. Akibatnya yang berkembang bukan sains, tetapi ilmu sihir, pedukunan dan aneka pseudo-sains seperti astrologi, primbon, dan perjimatan.

Memasuki era modern, sikap kaum Muslim terhadap sains terpecah menjadi tiga.

1.       Ada yang anti dan menolak mentah-mentah

2.       Ada yang menelan bulat-bulat tanpa curiga sedikitpun

3.       Ada yang menerima dengan penuh kewaspadaan.

Sikap yang pertama maupun yang kedua kurang tepat karena sama-sama ekstrem. Sikap yang paling bijak adalah bersikap adil, pandai menghargai sesuatu dan meletakkannya pada tempatnya.

Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa kemajuan ataupun kemunduran sains dipengaruhi oleh dan tergantung pada banyak faktor internal maupun eksternal.

Di samping faktor-faktor di atas dan faktor lainnya, kemunduran sains Islam jelas di awali dengan kehilangan spirit sains Islam itu sendiri. Para ilmuwan terkemuka zaman keemasan Islam senantiasa mengaitkan setiap aktifitas ilmiahnya dengan ajaran Islam. Mereka mendalami sains tidak semata-mata untuk menjadi saintis, tetapi menjadi hamba Allah yang menjalankan tugas kehambaannya dengan baik. Spirit seperti ini tidak hanya hilang dari saintis, tapi banyak pihak yang terkait dengan kebijakan sains, terutama pemerintah.

Ini merupakan pendapat dari : Syamsuddin Arif Peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) Jakarta.


Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar